comment 0

Kenapa kita membuka atau menutup jendela?

Mari kita bicara tentang bagian sepele, bagian kecil dari bangunan, yaitu jendela.

Bicara tentang ventilasi udara di dalam rumah pasti tidak lepas dari yang namanya jendela. Sudah jadi pengetahuan umum jika ingin mendapat udara segar di dalam ruangan maka jendela harus dibuka agar udara segar dari luar masuk untuk menggantikan udara jenuh di dalam. Mekanisme membuka jendela tersebut membuat sirkulasi udara berlangsung sehingga suplai udara segar di dalam ruangan tetap terjaga.

Jika melihat secara lebih detail, ada lima kemungkinan alasan kenapa seseorang membuka atau menutup jendela [1]. Alasan pertama adalah kondisi lingkungan. Panas, lembab, bising, atau bau dapat menjadi dorongan seseorang membuka atau menutup jendela. Kedua, pemasangan air conditioner (AC) baru di ruangan mau tidak mau memaksa kita menutup segala macam lubang yang sudah lebih dulu ada di ruangan tersebut agar kerja AC lebih efisien. Arah hadap jendela juga memengaruhi, misalnya jendela yang menghadap jendela tetangga tentu membuat penghuni segan, sehingga jendela tersebut jadi tak berfungsi selayaknya. Kedua contoh ini terkait dengan konteks dimana jendela tersebut berada. Yang ketiga adalah alasan psikologis. Ini terkait dengan kenyamanan seseorang terhadap tingkat privasi, budaya, gaya hidup serta kebiasaan. Umur, kondisi kesehatan, pakaian, konsumsi makanan adalah faktor keempat yang mendorong seseorang membuka atau menutup jendela. Seorang yang sedang masuk angin tentu lebih memilih menutup jendelanya sedangkan orang yang habis makan banyak kemudian kekenyangan tentu ingin mendapat udara segar, dengan kata lain ia akan membuka jendela atau memilih ke luar ruangan. Alasan terakhir adalah interaksi sosial di antara penghuni. Untuk bangunan rumah, hal ini dipengaruhi dari jumlah anggota keluarga. Maksudnya, siapa anggota keluarga yang menentukan jendela harus dibuka atau tidak. Contohnya, ibu melarang anaknya membuka jendela karena suatu alasan atau kakak yang menentukan kapan boleh atau tidaknya membuka jendela, dsb.

Selain ditinjau dari perilaku, jendela mengalami perubahan fungsi dari masa ke masa. Pada dasarnya, fungsi jendela berevolusi menuruti perkembangan teknologi. Coba  tengok rumah orang tua atau nenek yang dibangun sebelum tahun 90an. Kebanyakan dari rumah-rumah tersebut tidak menggunakan AC (karena penggunaan AC belum populer pada masa itu) sehingga sistem penghawaan pasif jadi kebutuhan dasar dalam arsitekturnya. Material yang digunakan untuk bingkai dan daun jendela adalah kayu dan mekanisme kaca nako sangat populer pada zaman tersebut. Coba bandingkan dengan saat ini dimana frame alumunium atau PVC perlahan menggantikan material kayu. Tentu saja bingkai alumunium menawarkan tingkat kedap udara yang lebih baik sehingga seperti sudah disebutkan sebelumnya, kerja AC lebih efisien. Seperti halnya kaca nako yang mulai punah, kasa nyamuk pun sudah jarang ditemukan pada bangunan masa kini. Kasa nyamuk memungkinkan jendela dibuka pada malam hari dan membiarkan udara malam yang relatif dingin masuk tanpa disertai adanya serangga menyelinap masuk ke dalam rumah.

Sangat disayangkan, hilangnya kombinasi kaca nako dan kasa nyamuk ini membuat penghuni memilih menutup jendela pada malam hari dan menyalakan AC. Padahal kondisi udara yang nyaman tanpa menggunakan AC masih dapat dicapai dengan penghawaan pasif. Yang menarik disini adalah setelah menyalakan AC, kemudian penghuni tidur begumul dengan selimut agar lebih hangat. Pola pikir orang kebanyakan adalah membuka jendela pada siang hari dan menutupnya pada malam hari dengan berbagai alasan yang mendasarinya. Padahal kondisi udara luar di iklim tropis itu mencapai 30-33°C di siang hari. Tak ayal, udara dengan suhu serupa pun masuk kedalam bangunan dan membuat ruangan semakin panas pada siang dan malam hari. Hal inilah yang meningkatkan ketergantungan terhadap penggunaan AC.

Sudah disebutkan juga bahwa penghuni cenderung menutup jendela di malam hari padahal suhu malam hari dapat dikatakan ideal, yaitu sekitar 25-26°C. Seharusnya jendela dibuka agar udara yang relatif dingin tersebut dapat masuk sehingga dapat mengurangi penggunaan AC. Tagihan listrik dirumah pun akan berkurang signifikan dan secara tidak langsung berkontribusi mengurangi emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global. Jadi bagaimana bila pola pikir diatas dibalik?. Artinya, penghuni sebaiknya menutup jendela pada siang hari dan membuka jendela pada malam hari? [2].

Kesimpulannya, rancangan jendela secara langsung berdampak pada tagihan listrik bulanan anda. Mungkin kesimpulan yang aneh, tetapi jika ingin biaya ekstra tersebut dapat dialokasikan untuk kebutuhan yang lain,  maka rancanglah jendela dan ventilasi rumah anda dengan benar. Perhatikan gaya hidup dan kebiasaaan saat menentukan letak dan jenis jendela. Jangan ragu untuk bertanya pada arsitek perancang rumah anda alasan kenapa meletakkan jendela di lokasi tersebut.

References

[1] Fabi, Valentina; Andersen, Rune Vinther; Corgnati, Stefano; Olesen, Bjarne W. (2012) Occupants’ window opening behavior: A literature review of factors influencing behavior and models. Building and Environment vol.58 p.188-198

[2] Handout Dr. Tetsu Kubota untuk mata kuliah Sustainable Architecture II. Graduate School for International Development and Cooperation. Hiroshima University, Jepang.

Leave a comment